Lembaga Miisi Reclasseering Republik Indonesia adalah sebuah warisan
sejarah kemerdekaan yang perlu mendapat perhatian. Didirikan dengan
tujuan utama memberikan pembelaan dan bimbingan kepada para nara pidana
masa itu (terutama napol ) agar dapat kembali ke masyarakat dengan
kondisi yang wajar, jauh dari perasaan inferior atau sejenisnya. Missi
ini tetap terasa relevan untuk masa kini dan masa mendatang.
Mungkin, tidak lagi menjadikan napol sebagai target pelayanan namun para nara pidana dengan jenis perkara lain, terutama mereka yang dicap sebagai penjahat kelas teri yang terlibat dalam kejahatan disebabkan kondisi yang setengah terpaksa karena membela kebutuhan perut sendiri dan keluarga ditengah sempitnya kesempatan mendapatkan rejeki yang halal dan legal (bukan koruptor mestinya). Terutama mereka mereka yang tergolong masih dalam usia muda dan masih memiliki harapan masa depan.
Peran yang telah ?terrampas? pada masa orde baru yang serba sentralistik dan cenderung otoriter harus dapat direbut kembali. Terutama pada masa kini dimana peran masyrakat dalam mengisi kehidupan bernegara sedang giat-giatnya dikembangkan, seyogjanya LMR-RI harus berusaha kembali kepada ?khittah?nya.
Negara sendiri kelihatan tidak terlalu serius dalam mengurusi masalah ?reclassering? ini baik melalui Departemen Sosial, Departemen Hukum dan HAM, maupun departemen lain. Tak terlalu terdengar gaungnya usaha mempersiapkan para napi untuk dapat kembali ke masyarakat dengan mendapatkan peran yang wajar. Bahkan, pada masa dimana tahanan dan penjara telah berobah fungsi menjadi ?hotel mewah? bagi golongan tahanan dan narapidana tertentu, perhatian berbagai pihak terhadap masa depan para napi yang statusnya biasa-biasa saja, ketika keluar dari penjara jadi terabaikan.
Dalam kondisi inilah seharusnya LMR-RI mengambil kesempatan untuk mengembalikan perannya yang terampas. Kiranya LMR-RI tidak hanya bergerak di bidang pembelaan hukum bagi masyarakat yang masih akan masuk dan sedang dalam proses peradilan saja, namun bergerak lebih jauh memasuki penjara-penjara dan melakukan kegiatan ?reclassering? secara intens.
Pemerintah sendiri mungkin tidak akan ?menghadiahi? peran itu kepada LMR-RI kecuali ada usaha merebutnya. Dan untuk bisa merebut peran itu, LMR-RI harus berbenah diri, mengurusi organisasi secara benar, menyelesaikan konflik-konflik internal (kalau memang ada) dan mengajak para aktivis sosial yang belum bergabung untuk bekerja bersama-sama mengisi kegiatan yang merupakan salah satu sisi kecil dari kehidupan bernegara ini. Kelak bila peran dasar ini telah terlaksana, barulah LMR-RI bergerak mengembangkan diri ke bidang-bidang pelayanan sosial lainnya. Ini hanya sekedar harapan dari seorang anggota LMR-RI yang abrumulai mengenal lembaga ini dari berkas-berkas sejarah yang ditinggalkannya.
Mungkin, tidak lagi menjadikan napol sebagai target pelayanan namun para nara pidana dengan jenis perkara lain, terutama mereka yang dicap sebagai penjahat kelas teri yang terlibat dalam kejahatan disebabkan kondisi yang setengah terpaksa karena membela kebutuhan perut sendiri dan keluarga ditengah sempitnya kesempatan mendapatkan rejeki yang halal dan legal (bukan koruptor mestinya). Terutama mereka mereka yang tergolong masih dalam usia muda dan masih memiliki harapan masa depan.
Peran yang telah ?terrampas? pada masa orde baru yang serba sentralistik dan cenderung otoriter harus dapat direbut kembali. Terutama pada masa kini dimana peran masyrakat dalam mengisi kehidupan bernegara sedang giat-giatnya dikembangkan, seyogjanya LMR-RI harus berusaha kembali kepada ?khittah?nya.
Negara sendiri kelihatan tidak terlalu serius dalam mengurusi masalah ?reclassering? ini baik melalui Departemen Sosial, Departemen Hukum dan HAM, maupun departemen lain. Tak terlalu terdengar gaungnya usaha mempersiapkan para napi untuk dapat kembali ke masyarakat dengan mendapatkan peran yang wajar. Bahkan, pada masa dimana tahanan dan penjara telah berobah fungsi menjadi ?hotel mewah? bagi golongan tahanan dan narapidana tertentu, perhatian berbagai pihak terhadap masa depan para napi yang statusnya biasa-biasa saja, ketika keluar dari penjara jadi terabaikan.
Dalam kondisi inilah seharusnya LMR-RI mengambil kesempatan untuk mengembalikan perannya yang terampas. Kiranya LMR-RI tidak hanya bergerak di bidang pembelaan hukum bagi masyarakat yang masih akan masuk dan sedang dalam proses peradilan saja, namun bergerak lebih jauh memasuki penjara-penjara dan melakukan kegiatan ?reclassering? secara intens.
Pemerintah sendiri mungkin tidak akan ?menghadiahi? peran itu kepada LMR-RI kecuali ada usaha merebutnya. Dan untuk bisa merebut peran itu, LMR-RI harus berbenah diri, mengurusi organisasi secara benar, menyelesaikan konflik-konflik internal (kalau memang ada) dan mengajak para aktivis sosial yang belum bergabung untuk bekerja bersama-sama mengisi kegiatan yang merupakan salah satu sisi kecil dari kehidupan bernegara ini. Kelak bila peran dasar ini telah terlaksana, barulah LMR-RI bergerak mengembangkan diri ke bidang-bidang pelayanan sosial lainnya. Ini hanya sekedar harapan dari seorang anggota LMR-RI yang abrumulai mengenal lembaga ini dari berkas-berkas sejarah yang ditinggalkannya.
Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (
LMR-RI ) adalah lembaga independen yang lahir pada tanggal 18 Agustus
Tahun 1945 dan mendapatkan Pengesahan Pemerintah Indonesia pada
Tahun 1954 dan 1956 Berita Negara No.105 Lembaran Negara No.90 melalui SK Menteri
kehakiman Republik Indonesia ,bertujuan mengangkat harkat dan martabat
Manusia agar kembali pada kedudukan nya,bagai manusia Beradab,Berbudi
luhur,Cerdas dan Menaati Hukum,Karena baik langsung Maupun tidak lansung
Reclasseering merupakan institusi independen yang memperhatikan dan sangat
menjunjung tinggi Nilai-nilai kehidupan bermasyarakat , Budaya , Tatanan Hukum
serta harkat dan Martabat Manusia , seperti di buktikan oleh
Reclasseering pada Era Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
yaitu Melakukan pertukaran Tawanan perang,mengisi kabinet pertama RI , dan
mendapat kepercayaan mencetak Uang Republik Indonesia yang di kenal dengan
sebutan ORI ( oeang repoeblik Indonesia ) dan resosialisasi kemanusiaan Pelaksanaan
Missi Reclasseering yang di maksud adalah mengadakan kemitraan atau kerja
sama dengan pihak Pemerintah ,yang meliputi pemantauan dan pengawasan
melalui dinas-dinas yang terkait APBD, Tentunya dalam hal ini sangat
mempengaruhi tatanan dalam kehidupan masyarakat ,sehingga tidak terjadi gejolak
Sosial dengan kaitan tersebut. Oleh sebab itu LMR-RI Pencari penegak
kebenaran dan Keadilan ,adalah Institusi yang independen sebagai alat kotrol
social di minta tidak diminta selalu berada dalam kepentingan Masyarakat
senantiasa bekerjasama baik dengan TNI,POLRI,dan instansi-intansi jika yang di
dapat Investigasi oleh LMRRI ,untuk di tindak lanjuti kepada intansi
terkait baik TNI,POLRI dan Instani lainnya sekali pun LMR-RI tidak
berada dalam lngkup organiasi Kepeerintahan ,tetapi tidak berlebihan jika
Kordinasi atau bermitra secara berkesinabungan dengan pihak pemerintah,
sehingga tidak mengurangi wibawa pihak Pemerintah “
berkunjung...dari pakning, numpang baca2
BalasHapusSilahkan Mas Bro...
Hapus